Pahlawan di Tanah Para Bangsat

Oleh Heryandi

“Maju,maju,” teriak lelaki berbadan kurus dengan baju lusuh sambil menggengam sepucuk keris di tangan kanannya.

Teriakan itupun bagaikan semangat yang luar biasa bagi sekolompok orang bersenjatakan tombak dan parang untuk menerjang ke depan menembus barisan pasukan Belanda yang menggunakan senjata api laras panjang.

“Dorr, dorrr,” letupan senjata musuh menembus detak jantung para pejuang, meskipun ada yang tersungkur diterjang peluru musuh, semangat juang tidaklah pudar apalagi kendor.

Dengan sabetan pedang dan tikaman tombak penjajah yang menggunakan senjata api itupun tergeletak tak bernyawa bermandikan darah.

Hanya bermodal semangat dan senjata tradisional, sekolompok pejuang itu berhasil melumpuhkan pertahanan musuh dan menduduki benteng pertahanan musuh.

Pemberontakan yang dilakukan pejuang muda itu bukan tidak ada penyebab, sejak kedatangan warga Belanda ke tanah kelahiran mereka, kondisi perekononian masyarakat semakin terpuruk dan harga-hargapun semakin meroket, ditambah lagi kebijakan penguasa yang tidak berpihak kepada masyarakat.

“Semua hasil panen petani dibeli dengan harga murah, terkadang tidak jarang petani dihadiahkan pukulan jika tidak mau berdagang dengan penguasa,” cerita Sidiq kepada beberapa orang rekannya.

“Betul itu, kemaren warga dusun sebelah juga dihajar mati-matian oleh penguasa, hanya karena masalah sepele. Warga hanya meminta hasil panennya tidak diangkut semua dengan alasan untuk makan keluarganya,” ujar Hamzah dengan wajah tegang.

Setelah mendengar cerita kejam penguasa sekolompok pemuda itu pun berfikir untuk melakukan perlawanan.

“Kita ajak semua warga untuk melakukan perlawanan terhadap kejamnya penguasa. Ini tanah kelahiran kita, ini tanah leluhur kita dan ini tempat kita mencari nafkah untuk anak-anak kita,” teriak Sidiq semangat.

Strategi perlawanan dan senjata disiapkan kelompok pemuda, bersatu menerjang penguasa dengan senjata tradisional, meskipun korban berjatuhan tidak membuat semangat mereka kendur untuk bertempur.

Dan perjuangan berhasil. Penguasa yang kejam bisa dikalahkan hanya dengan menggunakan senjata tradisional.

Disuatu malam, setelah berhasil mengalahkan penguasa, Sidiq , Hamzah dan Abdulah tengah duduk ngopi di bawah sebuah pohon besar dan tiba-tiba ada cahaya terang yang menyilaukan dan mereka terbawa ke dimensi masa sekarang.

“Kita dimana,”teriak Sidiq cemas, karena pohon besar tempat mereka duduk telah berubah menjadi tembok kokoh dan mereka berada di sebuah lorong pemukiman masa depan.

“Entah, kita dimana? Ini berbeda, tempat apa ini?”ujar Hamzah dengan nada cemas.

Lama ketiganya terdiam, sambil memegang cangkir kopi ditangannya.

Orang-orang yang melintas di lorong itu juga heran melihat tiga orang asing dengan penampilan berbeda, karena ketiganya hanya menggunakan celana pendek dengan selempang kain di tubuh, sambil memegang cangkir kopi dari tempurung kelapa.

“Ibu, boleh kita bertanya ini tahun berapa?” tanya Hamzah ke seseorang perempuan yang melintas.

“Ini tahun 2022,” jawab singkat ibu muda itu sambil mempercepat langkahnya.

Tiga sekawan itu mulai merasa lapar, dan berjalan menuju kerumunan warga, ternyata mereka dekat dengan pusat perbelanjaan.

Sambil melihat kondisi zaman modern, mereka terkejut dengan teriakan ketakutan pedagang yang digusur petugas. Pedagang yang ingin mencoba melawanpun ditarik paksa dan ada suara letusan senjata.

Melihat pedagang yang ditembak dan ditarik itu spontan sidiq berteriak.

“Masih terjajah kita rupanya!!!” teriak Sidiq. yang tersentak terbangun dari tidurnya.

10 November 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.